HIASI HIDUP DAN KEHIDUPAN KITA DENGAN AMAL ILMIAH DAN ILMU AMALIAH

Jumat, 15 Oktober 2010

istikhlaf kepemimpinan al-idrisiyyah indonesia 2010

Bismillaahirraohmaanir rohiim, Madaad Syekh al-Akbar.

Setiap kepemimpinan memiliki ciri khas dalam bentuk, profil, karakter dan berbagai sudut pandang lainnya. Salah satunya adalah proses peralihan kepemimpinan itu sendiri.

Sering kita mendengar dan melihat bagaimana proses mendapatkan pemimpin dalam tatanan Birokrasi Insaniyyah yang dicapai melalui sistem demokrasi. Suara terbanyak menentukan sekali pencapaian kesepakatan terhadap pengangkatan seorang pemimpin dalam dunia pemilihan umum (election) di berbagai negara.

Dalam Tarekat Syekh al-Akbar (Al-Idrisiyyah) ini berbeda dengan aturan sistem tersebut. Penunjukkannya tidak ditentukan oleh sebuah agenda atau aturan tertentu. Kepemimpinan Tarekat ini adalah kepemimpinan Ilahiyyah (Birokrasi Ilahiyyah). Sebuah kepemimpinan yang dibangun atas Kehendak Allah, dan bukan kemauan perorangan, golongan atau kehendak Guru itu sendiri.

Hal ini tercermin dari peristiwa ruhani yang menyangkut Istikhlaf (pengangkatan) kepemimpinan Tarekat ini beberapa waktu yang lalu. Semula pengurus mengajak jama’ah dan pimpinan wilayah bermusyawarah untuk membicarakan langkah-langkah penguburan jenazah dan sesudahnya. Namun acara tersebut perjalanannya berubah manakala MC mempersilahkan jama’ah yang hadir waktu itu memberikan saran, tanggapan, informasi, kesan dan pesan seputar berpulangnya Syekh al-Akbar ke Rahmatillah.

Pada saat itu setelah beberapa orang menyumbang pendapatnya, Pak M. Zaini Dahlan mengalami kehadiran ruhani Syekh al-Akbar Muhyiddin Muhammad Daud Dahlan. Dalam keadaan trance (jadzbah) tersebut beliau menyatakan bahwa penerus Syekh al-Akbar adalah Bapak Nunang Fathurrahman (Ketum Al-Idrisiyyah) yang saat itu hadir memimpin rapat.

Kejadian itu berkembang menjadi polemik di antara jama’ah. Ada yang meyakini, yang meragukan, diam, dan ada yang tidak mempercayainya.

Ada beberapa data yang saya kumpulkan berkenaan dengan peristiwa tersebut yang dianggap janggal oleh jama’ah yang tidak meyakini kebenarannya baik yang hadir maupun yang tidak hadir waktu itu.

(Pertama) Mengapa jenazah Syekh al-Akbar belum dimakamkan, tapi sudah meributkan masalah pengganti Beliau.

(Kedua) Mengapa orang yang berbicara pada waktu itu hanya orang-orang terdekat Ketum, termasuk yang mengalami kehadiran ruhani. Seolah-olah ada rekayasa bahwa pertemuan itu dimaksudkan untuk mengkondisikan jama’ah yang hadir untuk menunjuk figur tertentu.

(Ketiga) Apakah dalam menentukan kehadiran ruhani itu benar atau tidak, hanya melalui satu orang saja.

(Keempat) Bagaimana jika ada murid yang tidak mempercayai berita ruhani tersebut.

(Kelima) Kepada siapakah rabithah-nya seorang murid jika ia tidak/ belum meyakini berita ruhani tersebut.

(Keenam) Bagaimana mungkin seorang yang diangkat sebagai Khalifah itu tidak memiliki jalur nasab yang sambung menyambung kepada Rasulullah Saw.

(Ketujuh) Mengapa pengganti Syekh al-Akbar itu bukan anak-anak Beliau atau dari Nasab lainnya yang sedarah dengan Beliau.


Jawaban dari masalah tersebut yang dipahami oleh saya secara pribadi adalah:

(Pertama) Tidak semua niat baik itu mendapat sambutan yang baik. Pernyataan ini bisa dikaitkan dengan kejadian ini. Sebenarnya pertemuan dengan berbagai tokoh pengurus, jama’ah dan Ajengan waktu itu adalah ingin membahas masalah pemakaman dan beberapa agenda pengurus sesudahnya. Kejadian ruhani pada moment musyawarah tersebut adalah di luar kehendak Pengurus dan Hadirin sekalian. Ruhani Syekh al-Akbar sendiri yang menginginkan demikian. Sebab saya selaku MC pun tidak 'berdaya' mengatur acara musyawarah lagi setelah itu. Karena sebagian besar jama'ah sudah dipengaruhi magnet kehadiran Beliau. Kalau kehadiran tersebut adalah sesuatu yang tidak diinginkan untuk diteruskan, maka hadirin yang ada di ruangan itu semestinya melakukan interupsi atau menyatakan sikap tidak setuju atas kejadian tersebut. Tapi, hal itu tidak muncul ke permukaan.

(Kedua) Rekayasa ruhani yang menyebabkan tidak sadarnya seseorang adalah tidak bisa dikedepankan. Apalagi diperkuat dengan bukti informasi ruhaniyah lainnya (sebagaimana dikemukakan di bawah). Banyak yang hadir ketika itu merasakan tarikan (jadzbah) yang sangat kuat. Semuanya terkesima dan tidak bisa membantah atau menolaknya. Saya selaku MC tidak mencium adanya pengkhianatan acara yang diatur sedemikian rupa, untuk mengkondisikan jama'ah mengakui hasil istikhlaf. Kalau terjadi demikian, maka yang hadir saat itu akan melihat keganjilan besar dari isi berita. Dan penggunaan jasad Bapak M. Zaini sebagai wadah kehadiran Syekh al-Akbar juga merupakan bukti tidak ada rekayasa. Pada saat itu Beliau sangat lancar berbicara, sedangkan pada kondisi sadar sebenarnya ia jarang sekali berbicara di saat rapat atau ceramah di depan jama'ah.

(Ketiga) Jika kehadiran ruhani itu hanya dimonopoli oleh seorang Bapak M. Zaini saja, maka tidak akan ada bermunculan kehadiran ruhani dan mimpi secara serentak sama maknanya di kalangan beberapa jama'ah di berbagai wilayah.

(Keempat) Tidak ada paksaan dalam agama, begitu pula dengan keyakinan. Demikian Guru kita mengajarkan. Semua berpulang kepada yang menjalaninya. Masing-masing berbuat atas keyakinan yang dipahaminya. Namun dalam masalah keyakinan seorang murid mesti ada figur yang ia yakini sebagai pemimpin dirinya dalam berthariqah kepada Allah. Tidak bisa dikatakan ia berguru secara batin (ruhani) kepada Syekh Mursyid yang telah wafat. Sebab jika ia hanya menginginkan berguru secara ruhani (batin) maka lebih utama langsung kepada Rasulullah Saw yang telah wafat. Atau bahkan langsung kepada Allah 'Azza wa Jalla.

(Kelima) Jika murid belum sepenuhnya yakin terhadap kepemimpinan yang baru, maka ia boleh berabithah kepada Syekh al-Akbar Muhyiddin Muh. Daud Dahlan dengan niat agar diberi petunjuk mendapatkan kepastian siapa yang pantas menjadi pengganti Beliau. Jika dalam 40 hari atau sampai dikukuhkan Syekh berikutnya belum juga ia mendapatkan petunjuk yang jelas atau pasti maka ia wajib taklid kepada informasi ruhani yang ia terima dari murid lainnya.

(Keenam) Setiap yang dipilih oleh Allah sebagai Khalifah-Nya pasca kehidupan Rasulullah Saw tentu memiliki jalur nasab kepada Nabi Muhammad Saw. Dan kriteria ini oleh ahli thariqah dikatakan sebagai syarat sebuah Thariqah Mu'tabarah. Dan tiada mungkin pilihan Allah itu salah, sama seperti logika tidak mungkin pilihan Allah tidak memiliki nasab yang sambung menyambung kepada Rasulullah Saw.

Jika setiap Syekh Mursyid yang diangkat mesti memiliki daftar jalur nasabnya kepada Rasulullah Saw maka Syekh al-Akbar Abdul Fattah dan juga Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan, keduanya tidak langsung memimpin Tarekat beserta murid-muridnya. Karena Beliau2 mesti mendapatkan dulu kepastian dan bukti silsilah nasab yang dimilikinya. Dan ternyata, rincian nasab Syekh Mursyid kita itu baru terkuak pada masa kepengurusan Bapak Hasbullah, BcHk di pertengahan kepemimpinan Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan.

(Ketujuh) Beberapa catatan sejarah yang tidak bisa dilupakan adalah mengenai peralihan kepamimpinan Guru-guru dalam Tarekat Al-Idrisiyyah. Sayid Al-Mahdi berusia 18 tahun ketika ia menerima mandat kekhalifahan dari ayahnya. Meskipun beliau usianya belia, pada usia 10 tahun sudah hafal Al-Quran dan pada usia 15 tahun sudah didelegasikan untuk mengantikan posisi ayahnya menemui tamu-tamu penting dan memimpin suatu peperangan.

Syekh al-Akbar Abdul Fattah sebelum beliau memangku kekhalifahan dan kembali ke Indonesia, selama 2 tahun dipercaya memberikan talqin dan mendampingi Gurunya dalam berbagai masalah. Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan juga demikian. Selama 2 tahun mendampingi Ayahandanya sebelum Beliau wafat di tahun 1947. Sama seperti Syekh al-Akbar Muhyiddin Muh. Daud Dahlan. Beliau dipercaya memimpin sejak akhir tahun 1997 sampai dengan wafatnya Syakh al-Akbar Muh. Dahlan di tahun 2001. Intinya, semua pengganti Syekh Mursyid telah dikondisikan untuk mendampingi Gurunya menjelang wafat.

Kondisi demikian tampak terlihat nyata pada diri Bapak Nunang selaku Ketum sekaligus mantu Syekh al-Akbar yang selama ini cukup banyak memakan asam garam kepemimpinan Tarekat yang dipimpin oleh Syekh al-Akbar Muhyiddin. Banyak peran Guru yang Beliau pikul selama ini dalam mencari solusi dan menyelesaikan berbagai permasalahan besar dalam tubuh Tarekat Al_Idrisiyyah.

Inilah yang saya pahami melalui kaca mata pengetahuan saya yang sangat terbatas.


Beberapa catatan.

Peristiwa Isyroqiyyah

Tanda-tanda Kekhalifahan yang saya dapatkan, yaitu:

  1. Saya mengetahui bahwa Bapak Nunang selaku Ketum memiliki ujian yang lebih berat daripada saya menjelang Syekh al-Akbar wafat. Sebab banyak aktivitas organisasi yang dihandle (dipegang) oleh Beliau dalam keadaan bermasalah. Seperti meneruskan usaha unit peternakan Sapi, Tambak di Tuban, operasional pesantren seperti menjaga hubungan relasi lembaga, dsb. Salah satu ekses dari akumulasi permasalahan itu, kepemimpinan Beliau sebagai Ketum pernah diuji oleh Syekh al-Akbar dengan keberadaan Tim Audit yang sempat membuat sedikit gejolak di tengah jama’ah khususnya di wilayah Tasikmalaya. Sehingga ada sinyalemen yang berkembang waktu itu bahwa Pak Nunang tidak dipercaya mengendalikan keuangan Yayasan oleh Syekh al-Akbar. Ini salah satu ujian berat Beliau selaku Pengurus dan sebagai seorang murid Syekh al-Akbar.

Kejadian Isu Nabi palsu yang diisyaratkan sebuah surat kabar di Jakarta, bersumber dari media online, cukup merepotkan Pengurus dan jama’ah di Tasikmalaya ketika itu. Dengan berbagai upaya yang bijak dan mendatangi lembaga-lembaga yang terkait seperti MUI dan Kandepag akhirnya dengan peran figur Pak Nunang sebagai Ketum masalah tersebut dapat teratasi. Sehingga hubungan baik yang telah terbina selama ini dengan pihak-pihak tersebut dapat harmonis kembali.

Ujian berikutnya yang berat adalah Beliau pernah dicaci maki habis-habisan oleh Syekh al-Akbar di hadapan banyak orang sewaktu peringatan malam Tauhid di Cipatujah. Mendengar cerita ini, saya sempat tidak percaya bahwa kepribadian Beliau melakukan hal seperti itu. Kalau bukan ada unsur ruhaniyyah yang mendorong hal tersebut, perilaku tersebut mustahil dilakukan oleh seorang Mursyid Sulthan Awliya. Apalagi saya selaku Sekretaris Beliau mengenal betul karakter Beliau. Dan Beliau senantiasa mengajarkan kepada kita untuk tidak mengedepankan sikap emosional dalam menghadapi berbagai urusan.

Ada yang melihat kejadian tersebut, ketika itu wajah Pak Nunang menjadi pucat karena saking hebatnya emosional Syekh al-Akbar tumpah kepada Beliau. Oleh banyak kalangan jama’ah, peristiwa ini menunjukkan kekecewaan dan ketidakpercayaan Syekh al-Akbar terhadap Beliau.

Tapi, ternyata kejadian tersebut adalah bekal yang sangat berharga bagi pembentukan karakter ruhaniah. Kejadian ini pernah dialami oleh Syekh al-Akbar Abdul Fattah ketika dimarahi habis-habisan oleh Gurunya, Syekh Ahmad Syarif as-Sanusi al-Khathabi al-Hasani. Namun Syekh al-Akbar Abdul Fattah ketika itu keteguhan imannya bagaikan batu karang. Tak beranjak dari tempatnya, bersabar atas ujian yang diberikan Syekhnya.

Seorang murid membenarkan hal ini. Karena ia menerima perjumpaan ruhani dengan Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan Qs. yang menyatakan bahwa jika seseorang itu dipilih, maka ada suatu kejadian ujian yang luar biasa yang dialami oleh dirinya seperti kejadian yang dialami oleh Syekh Nunang waktu itu. Beliau juga mengungkapkan bahwa demikian pula Beliau pernah mengalami peristiwa tidak menyenangkan, dimaki-maki dan dimarahi habis-habisan oleh Ayahanda Beliau, Syekh al-Akbar Abdul Fattah Qs. Demikian Syekh al-Akbar Muhammad Daud juga pernah dimarahi dan diusir oleh Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan Qs. Mungkin kejadian ini pernah didengar oleh sebagian nasab dan jama’ah tertentu. Murid yang menceritakan ini tidak mengetahui secara persis ketika menceritakan ini. Lalu saya membenarkan kejadian itu karena saya mendengarnya.

  1. Pada pertengahn bulan Juli 2010, tidak disangka Syekh al-Akbar mengungkapkan kelebihan keluarga Pak Nunang di depan saya. Ungkapan ini sempat didengar dan disaksikan beberapa orang jama’ah. Syekh al-Akbar waktu itu bertanya, ‘Tahukah kalian, di antara para jama’ah dan ajengan, siapa yang ceramahnya (berusaha) persis dengan Gurunya, Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan?’ Tidak ada yang tahu saat itu. Saya hanya diam karena cerita ini pernah diungkapkan Beliau saat berbicara empat mata dengan saya beberapa tahun yang lalu. Dalam hati mengapa pertanyaan ini muncul kembali.

Lanjut cerita, Syekh al-Akbar menjawab, ‘Ajengan Nasrudin! Meskipun ia berusaha persis meniru gaya Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan tapi ia sering ditertawakan karena jama’ah melihat gayanya berbeda. Karena keinginan meniru Gurunya itulah Allah melimpahi keberkahan atas keluarga dan keturunannya. Banyak di antaranya pandai berbicara dan berceramah. Maka cobalah meniru gaya Bapak (Syekh al-Akbar) agar kalian mendapatkan keberkahan dari keturunan kalian!’

Ungkapan ini terasa baru didengar oleh beberapa jama’ah. Tapi bagi saya, ungkapan ini tidak asing lagi. Hanya saja, mengapa cerita ini diungkapkan kembali saat-saat menjelang Beliau akan dipanggil Allah SWT. Inilah isyarat akan dipilihnya Pak Nunang oleh Allah SWT sebagai penerus kepemimpinan Al-Idrisiyyah.
  1. Salah satu kisah mengenai tanda-tanda Beliau dipilih oleh Syekh al-Akbar adalah ketika Syekh al-Akbar Muhyiddin mengadakan kunjungan ke komplek AL di Lampung untuk berta’aruf. Saat itu ada seorang murid yang menjadi prajurit AL di sana yang mengajak Syekh al-Akbar untuk berdakwah di lingkungan kompleh AL. Saat kami duduk saling berhadapan dan melakukan dialog. Ada seorang hadirin waktu itu datang berbisik ingin mengatakan sesuatu. Tapi berita itu tidak ditujukan kepada Syekh al-Akbar, melainkan kepada Pak Nunang (Ketum). Orang tersebut mengatakan bahwa ketika Pak Nunang berbicara, kepalanya terlihat bercahaya. Pemandangan itu tidak terlihat demikian pada diri murid-murid Syekh al-Akbar yang lain. Ketika berita ini disampaikan Pak Nunang saat itu menyuruhnya untuk merahasiakannya. Karena dikhawatirkan menjadi fitnah baik kepada jama’ah maupun dirinya.

  2. Setelah Syekh al-Akbar melakukan ‘Uzlah di bulan Mei 2010 selama sebulan saya bermimpi Syekh al-Akbar Muhyiddin sedang melakukan pidato (ceramah) di atas panggung di hadapan banyak orang. Saat itu saya yang selalu mengatur acara merasa was-was karena Pak Nunang sebagai penceramah kedua belum juga hadir. Seolah-oleh Beliau tidak mau berceramah. Saya menjadi ragu apakah setelah ceramah Syekh al-Akbar ini acaranya selesai dan tidak perlu ada ceramah berikutnya. Maka setelah ceramah Syekh al-Akbar bertanya ‘Acara selanjutnya apa lagi?’ Saya menjawab, ‘Ceramah yang kedua mestinya diisi Pak Nunang Syekh al-Akbar! Tapi orangnya tidak ada di tempat.’ Syekh al-Akbar berkata dengan tegas, ‘Panggil dia ke mari! Suruh terusin ceramah Bapak!’

Mendangar hal ini saya mencari di mana Pak Nunang berada. Tempatnya saya tahu, tapi perjalanannya melewati usaha yang amat sulit. Kendaraan yang saya gunakan juga begitu aneh bentuknya.

Dari mimpi ini saya berkesimpulan bahwa dakwah Syekh al-Akbar akan dilanjutkan oleh Pak Nunang, meskipun Pak Nunang tidak berkeinginan untuk menjadi penerus (penganti) Beliau. Dan masa peralihan kepemimpinan Beliau adalah sesuatu bentuk peralihan yang belum terjadi sebelumnya, karena pada saat penguburan sudah terjadi berita istikhlaf yang tiada diduga.


Tanda-tanda Kekhalifahan yang saya dapatkan dari jama’ah, yaitu:

  1. Ada seseorang yang hadir pada waktu istikhlaf. Kemudian ia pulang ke rumah saudaranya, di mana sudah berkumpul banyak saudaranya yang lain membicarakan seputar wafatnya Syekh al-Akbar. Di sana ada kejadian ruhaniyah lagi di mana salah seorang saudaranya tersebut mengalami kehadiran ruhani Syekh al-Akbar Muhammad Daud Dahlan Qs. Pada saat itu ia mendapatkan informasi yang sama dengan apa yang ia saksikan pada waktu kejadian istikhlaf. Maka kejadian tersebut membuat yakin dirinya bahwa kepemimpinan Tarekat diteruskan oleh Syekh Nunang Fathurahman.

Saat kehadiran itu, Syekh al-Akbar mengungkapkan perihal hubungan diri Beliau yang sangat detail dengan keluarganya. Beliau mengatakan bahwa Beliau memiliki hubungan saudara (famili) dengan keluarganya. Beliau mengucapkan terima kasih kepada Ibundanya karena pada waktu kecil pernah menyusui Syekh al-Akbar kecil. Jadi, Syekh al-Akbar bukanlah orang lain bagi keluarga tersebut. Orang yang menceritakan ini merasa heran dan baru tahu bahwa Syekh al-Akbar mengutarakan cerita seperti itu.

Berita ini menguatkan informasi dari ruhaniyah Syekh al-Akbar melalui raga Bapak M. Zaeni Dahlan. Dan menepis keraguan bahwa informasi ruhani itu dimonopoli oleh orang-orang dekat Pak Nunang.

  1. Ada seorang murid yang pada waktu istikhlaf ia sempat kehadiran ruhani namun jiwanya seolah menolak (belum menerima) pengangkatan tersebut. Tapi setelah ia berdzikir di Kubah (tempat maqam Syekh al-Akbar) ia didatangi oleh Syekh al-Akbar bahwa pengganti Bapak (Syekh al-Akbar) adalah Bapak Nunang. Pak Nunang memang sudah merupakan pilihan dari Allah SWT.

Saya sempat mengirimkan pesan kepada salah seorang murid lain dan mengingatkan akan sebuah firman Allah yang sering diungkap Syekh al-Akbar, ‘Walaa tuzakkuu anfusakum huwa a’lamu bimanit taqoo’ yang artinya ‘Dan janganlah kalian merasa paling bersih jiwanya, Dia-lah Yang Mengetahui siapa yang lebih bertaqwa!’ Artinya selama ini kita salah dan tak menduga bahwa Pak Nunang adalah orang lebih bertaqwa di antara kita. Karena Beliau dipilih, dan kita tidak.
  1. Salah seorang jama’ah ada yang menginformasikan bahwa ia melihat Pak Nunang mengenakan jubah yang dikenakan Syekh al-Akbar. Sebagai pertanda Pak Nunang adalah penerus figur Syekh al-Akbar.

  2. Saya mendapatkan lagi dari seorang murid yang berontak hatinya ketika mendengar Pak Nunang diangkat menjadi Khalifah. Ia mengatakan bahwa peristiwa ini merupakan ujian bagi dirinya sebagai murid yang menekuni jalur Isyroqiyyah. Pada kesempatan pertama pertemuan ruhani dengan Syekh al-Akbar, Beliau (Syekh al-Akbar) hanya menyatakan bahwa sementara ini pengganti Beliau adalah Pak Nunang. Namun bagi yang belum yakin silahkan berabithah terus kepada Beliau (Syekh al-Akbar). Semoga dapat petunjuk siapa pengganti Beliau.

Mendengar hal ini ia bertambah yakin pendiriannya bahwa Pak Nunang itu hanya merupakan figur pengganti sementara saja. Setelah itu hari-harinya dilalui dengn berbagai kebimbangan dan keraguan terhadap istikhlaf di Tasikmalaya waktu itu.

2 hari kemudian pada jam 1 malam ia bermimpi didatangi oleh Pak Nunang. Kemudian ia memijit kaki dan badannya. Saat itu hadir Syekh al-Akbar Muhyiddin Muhammad Daud Dahlan, Syekh Muhammad Dahlan, dan Syekh al-Akbar Abdul Fattah. Syekh al-Akbar Muhammad Daud Dahlan menyatakan bahwa Pak Nunang adalah sudah pasti merupakan pengganti Beliau sebagai Syekh al-Akbar. Tapi, untuk eksternal namanya cukup menggunakan kata ‘Syekh’ saja di depan namanya.

Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan bahkan menambahkan namanya dengan ‘Syarif’ menjadi Syekh Muhammad Syarif Fathurrahman. Mengapa ditambah demikian? Menurut Beliau, Syekh Fathurrahman ini adalah orang yang mendalami sejarah kehidupan Syekh Ahmad Syarif Sanusi. Jadi nama tersebut disematkan pada Beliau sebagai penghargaan buatnya.

Saat memijit itu Syekh Fathurrahman berbincang-bincang dengannya. Dan sempat menyatakan rasa maaf atas kesalahan-kesalahannya pada masa lalu terhadap dirinya.

Kemudian ia disuruh menjadi Imam sholat. Ia menjadi malu dan tiak merasa pantas menjadi Imam. Tapi Syekh Fathurrahman memaksanya untuk maju ke depan. Pada saat menjadi imam ia tidak sanggup menyelesaikan sholatnya karena beban rasa malunya. Sebab di belakangnya berdiri 4 sosok Syekh al-Akbar yang menjadi makmumnya.

Pada mimpi itu ia juga melihat kehadiran Rasulullah Saw beserta 4 sahabat. Ia baru tahu wajah satu per satu Khalifah yang 4 (Abu Bakar, Umar Utsman dan Ali RA). Wangi yang ia cium terasa berbeda dengan wangi yang selama ini ia cium dan tidak dilupakannya.

Dan ia saksikan Syekh Fathurrahman disandangkan Imamah dan Selendang oleh Syekh al-Akbar Muhammad Daud Dahlan Ra.

Ia pun mendapatkan gambaran perkembangan Idrisiyyah ke depan di bawah kepemimpinan Syekh Fathurrahman. Pribadi istri Beliau. Keahlian Isyraqiyyah dan Burhaniyyah Beliau, dsb. Semuanya diceritakan langsung oleh Syekh al-Akbar Muhyiddin Muhammad Daud Dahlan Ra.

Kejadian mimpi tersebut meluruhkan kuatnya keraguan dirinya terhadap sosok Syekh Fathurrahman.



Sikap menghadapi pro dan kontra

Adalah hal yang wajar bagi seseorang yang masih diselimuti cinta kepada suatu figur akan berontak dan tidak menerima kenyataan terhadap peralihan figur yang ia cintai. Apalagi peralihannya kepada figur yang ia telah ketahui perilaku dan kebiasaan manusiawi sebelumnya yang tidak disukainya.

Ada seorang murid yang ketika mendengar berita wafatnya Syekh al-Akbar Muhyiddin Muhammad Daud Dahlan tidak percaya dan tidak menerima kenyataan ini. Ada yang menyatakan bahwa Beliau tidak meninggal tapi sedang mengalami mati suri. Dan banyak sikap lainya yang menunjukkan ia belum menerima kehilangan figur Syekh al-Akbar.

Ada seorang murid yang biasa mengalami peristiwa Isyroqiyyah sempat bimbang karena figur yang dipilh. Di samping rasa kurang simpati karena pada saat jenazah Guru belum juga dikubur sudah membahas dan meributkan pengganti Beliau. Akhirnya ia pulang dari Tasik dengan membawa kebimbangan dalam hatinya.

Ia memiliki seorang murid yang setia menemaninya dalam berbagai hal, termasuk saat datang ke Batu Tulis senantiasa ia menyertainya. Pada malam hari muridnya itu bermimpi. Ia melihat Syekh al-Akbar berkata kepada murid-muridnya, ‘Sesungguhnya Bapak (Syekh al-Akbar) itu tidak pergi tapi dekat dan hidup di hati kalian. Untuk itu ikuti dulu pengganti Bapak sekarang!’

Kemudian ia berdzikir bersama-sama dengan Syekh al-Akbar dan murid-murid yang lain. Ia berdzikir sampai meleleh air matanya. Ketika ia bangun pada jam 2 malam, matanya dalam keadaan menangis dan bibirnya terus berdzikir.

Muridnya ini masih muda, dan ia anggap masih bersih. Dan belum dikotori oleh pengaruh-pengaruh negatif. Oleh karenanya informasi ini menjadi penguat keyakinan bagi dirinya. Dan ia pun diperintahkan untuk menyebarkan sms tersebut kepada murid-murid yang lainnya.

Melihat fenomena perbedaan keyakinan di kalangan jama’ah pada masa transisi saat ini marilah kita samakan persepsi kita untuk melanjutkan perjuangan Guru kita yang sama-sama kita cintai. Bagi yang belum yakin, bimbingan Syekh al-Akbar Muhyiddin tetap ada selalu selama ia berusaha mencari informasi kebenaran ruhaniyah dengan cara memperbanyak taqarub kepada Allah, seperti melakukan riyadhah (banyak berdzikir dan puasa, dsb.) Jika ia tidak menerima kabar ruhaniyah dan ia merasa tidak memiliki kapasitas tersebut, maka ia wajib taqlid kepada yang telah menerima kabar (informasi) ruhaniyah. Karena bertarekat adalah berkemimpinan, dan mesti memiliki pemimpin secara lahiriyyah dan batiniyyah.

Menyatakan benar atau tidak berita ruhaniyyah itu tidak bisa dilakukan jika ia tidak mengalami atau merasakannya. Maka membahas hal ini bukan dengan pendekatan akal atau logika. Tapi dengan rasa hati yang tulus. Jika membahasnya hanya dengan akal saja, antar kedua pihak yang berbeda keyakinan dalam masalah ini, maka tidak akan mencapai kata putus, dan akan timbul masalah berantai secara berkepanjangan. Sama seperti tetangga saya mengungkapkan kelebihan Kristen-nya berikut rasa keyakinan atas agamanya terhadap saya. Dan saya tidak perlu mengedepankan emosional dalam menghadapinya. Karena akan membuang energi saja.

Bagi yang sudah meyakini, ia mesti bersikap bijak dan tidak memaksa keyakinan kepada murid yang lain. Karena keyakinan itu tidak bisa dipaksa. Yang belum yakin atau diam adalah maqam batin yang relatif (sewaktu-waktu bisa menjadi yakin atau bahkan keyakinannya melebihi orang yang sudah yakin saat ini).

Sayidina Umar Ra. pernah tidak menerima kenyataan bahwa Rasulullah Saw wafat. Saat itu Beliau berkata dengan suara lantang di hadapan orang banyak, ‘Rasulullah tidak mati. Barang siapa yang mengatakan Beliau mati maka akan aku penggal lehernya dengan pedangku ini!’ Ungkapan ini adalah berasal dari rasa kecintaan yang sangat tinggi kepada figur Rasulullah Saw. Maka bisa jadi, respon jama’ah yang belum menyatakan sikap saat ini disebabkan rasa mahabbah yang lebih atas hatinya sehingga belum bisa menerima kehadiran lain.

Semua orang memiliki masa lalu yang tidak menyenangkan. Dan tidak indah bila kita ungkapkan kembali. Tidak hanya figur Khalifah yang dipilih Allah, tapi diri kita pula yang tak terlupakan. Betapa mulia derajat Umar Ra yang ditinggikan setelah ia beriman sebelum kehidupannya yang kelam karena pernah menanam anak perempuannya hidup-hidup. Demikian pula sahabat-sahabat Nabi Al-Muthahar (yang disucikan), sebagian besar pernah menyembah berhala (perbuatan syirik yang tidak diampuni setelah datangnya Islam).

Oleh karenanya, kita semua sebagai murid Syekh al-Akbar marilah duduk dan berdiri bersama-sama menjunjung nilai-nilai yang telah Guru kita bangun. Bangunan sistem Ilahiyyah yang Beliau tancapkan, janganlah kita rubuhkan atau kita goyahkan dengan perpecahan yang kita ciptakan. Marilah bangunan itu kita isi dengan peran kita masing-masing di bidangnya.

Tulisan ini semoga dapat mendongkrak keyakinan bagi jama’ah yang belum mencapainya. Dan dapat meneguhkan (menambah) keyakinan bagi yang sudah (meyakini) istikhlaf Syekh Nunang (Muhammad Fathurahman).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar