HIASI HIDUP DAN KEHIDUPAN KITA DENGAN AMAL ILMIAH DAN ILMU AMALIAH

Sabtu, 27 November 2010

Perbedaan itu Rahmat?



Perbedaan Itu Rahmat? Perbedaan adalah satu hal yang Sunnatullah. Tetapi apakah perbedaan itu suatu hal yang harus dipertahankan. Pada kenyataannya perbedaan kerap kali menimbulkan gejolak di tengah kehidupan manusia bahkan menimbulkan bencana lebih besar yang menyebabkan kerugian tidak sedikit, baik moril maupun materil. Demikian juga dengan kita umat Islam, perbedaan-perbedaan tampak begitu mencolok, sehingga menimbulkan sikap-sikap konfrontatif antar sesama umat Islam, sikap-sikap egois yang berlebihan, membuat perpecahan begitu terasa.

Islam yang kita terima hingga detik ini adalah Islam hasil pecah belah, sejarah telah mencatat bahkan selama 1500 tahun sejak ditinggalkan oleh Nabi Muhammad Saw. Perpecahan itu sebetulnya sudah terjadi di kalangan pada sahabat, sehingga generasi-generasi berikutnya mengalami krisis perbedaan mengakibatkan pecah belahnya umat ini.

beberapa hal yang menjadi pemicu perpecahan di kalangan umat Islam:
1.         Krisis Leadership (kepemimpinan) umat Islam saat ini tidak mengetahui dengan pasti siapa yang menjadi pemimpinnya yang memiliki peran ganti setelah kepemimpinan Nabi Muhammad Saw. Padahal Al-Quran telah menginformasikan bahwa tugas kepemimpinan atau Kerasulan terhenti hingga akhir zaman, al-Hadits-pun demikian. Isyarat tentang adanya kepemimpinan Islam yang merupakan kebijakan Birokrasi Ilahiyyah serta tentang bukti-bukti adanya kepemimpinan begitu banyak, akan tetapi umat Islam seakan-akan dihadapkan pada didnding yang sangat tebal, sehingga tidak dapat menjangkau kebenaran yang telah Allah tampakkan di hadapan mereka yang pada akhirnya terpecahlah umat dengan membawa masing-masing pendapat. Ada yang peduli dan terus mencari, tapi ada yang tidak peduli karena hijab yang begitu tebal baik terhijab oleh ilmu, harta dan kedudukan mereka.

2.         Krisis Disintegrasi, karena perpecahan yang dibangun oleh sejarah serta adanya aksi-aksi kolonialisme yang datang dari pihak-pihak kafir yang ingin menguasai negeri-negeri ini mengakibatkan para pemimpin umatpun terpecah. Banyak ‘kerajaan-kerajaan’ kecil bermunculan berupa lembaga-lembaga Islam yang dibangun oleh para Ulama yang secara nyata terpecah akibat perbedaan mereka dalam menjalani Dienul Islam yang pada akhirnya terwarisi pada generasi-generasi berikut hingga kita saat ini. Tiap Golongan-golongan merasa benar dengan apa yang ada pada diri mereka.

3.          Krisis Ilmu. Kesimpangsiuran pemahaman ajaran Islam begitu jelas terlihat. Sebagian berpendapat bahwa ajaran Islam hanya pantas dipelajari oleh orang-orang khusus, artinya dari kalangan-kalangan pesantren. Ada pendapat lain bahwa jangan terlalu dalam mempelajari agama, yang akan mengakibatkan rusaknya mental dan dikucilkan di tengah-tengah masyarakat. Kebijakan Dienul Islam seakan-akan terbatas/sebatas yang dicontohkan oleh para Nabi hingga Nabi Muhammad dan para sahabat, sehingga manakala terjadi datangnya kebijakan-kebijakan berikutnya bila tidak ada catatan-catatan yang dicontohkan dalam masa-masa awal tumbuhnya Islam. Maka umat akan saling menuding satu sama lain, padahal kebijakan Islam tidak terbatas hingga akhir zaman kebijakan Dienul Islam berlaku untuk masa lalu, masa kini hingga masa yang akan datang.

4.          Krisis kepercayaan umat terhadap syari’at Islam. Dienul Islam adalah jalan keselamatan. Setiap kebijakannya akan senantasa membawa keselamatan baik di dunia hingga akhirat kelak. Umat Islam banyak yang berpendapat bahwa syari’at Islam adalah belenggu yang membatasi mereka. Dalam menjalani kehidupan di muka bumi. Bahkan ada yang berpendapat bahwa banyak ayat-ayat Allah yang sudah tidak sesuai dengan zaman. Sungguh suatu hal yang sangat memperihatinkan kebijakan-kebijakan Birokrasi Ilahiyyah yang dituangkan dalam Al-Quran dan Al-Hadits serta hikmah-hikmah dari orang-orang pilihan Allah telah banyak ditinggalkan. Padahal syari’at Islam adalah kebijakan global, tidak hanya mengatur masalah ritual peribadatan semata, tapi berbagai aspek kehidupan, karena Dienul Islam adalah solusi yang telah Allah turunkan untuk keselamatan umat manusia.

5.          Krisis ekonomi. Kesenjangan ekonomi serta status sosial mengakibatkan kecemburuan yang akhirnya memunculkan sikap saling berlomba untuk membangun status diri. Manakala terjadi kekecewaan akan menyulut api kedengkian yang akhirnya timbullah kajahatan, sikap anarkis, kebencian terhadap individu, golongan, agama, bahkan negara lain, sehingga Islam yang seharusnya menjadi solusi tidak timbulnya perdamaian di tengah manusia dipakai sebagai baju untuk melaksanakan kepentingan pribadi seseorang atau suatu golongan untuk melakukan teror, maka yang terjadi dendam dan kebencian begitu jelas dan dapat kita rasakan saat ini.

Allah telah menjawab pertanyaan yang timbul atas kebingunagan kita dalam melihat situasi seperti ini, “Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksaan yang berat”. (Ali Imran [3]: 105).

“Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertaqwalah kepada-Ku. Kemudian mereka (pengikut-pengikut Rasul itu) menjadikan agama mereka berpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing). Maka biarkanlah mereka dalam kesesatannya sampai suatu waktu”. (Al-Mu‘minun [23]: 52-54)

Di sini jelas sekali perbedaan adalah sebuah ancaman dari Allah, umat bersikukuh dengan bunyi hadits bahwa perbedaan itu adalah rahmat. Akan tetapi pada kenyataannya pecah belah terus berlangsung. Akibat kesombongan manusia untuk tidak taat kepada Allah dan Rasul-Nya.

Penutup
Kepemimpinan dalam Islam dipandang sebagai amanah. Seorang pemimpin bangsa hakekatnya ia mengemban amanah Allah sekaligus amanah masyarakat. Amanah itu mengandung konsekwensi mengelola dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan harapan dan dan kebutuhan pemiliknya. Karenanya kepemimpinan bukanlah hak milik yang boleh dinikmati dengan cara sesuka hati orang yang memegangnya.

Oleh karena itu, Islam memandang tugas kepemimpinan dalam 2 tugas utama, yaitu menegakkan agama dan mengurus urusan dunia. Sebagaimana tercermin dalam do’a yang selalu dimunajatkan oleh setiap muslim: “Rabbanaa atinaa fid-dunyaa hasanah, wa fil-akhiroti hasanah” (Yaa Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat). Itulah 2 peran Khalifah dalam Islam, yang pertama bersifat Rasyidin (kebijakan vertical), dan kedua bersifat Mahdiyyin (kebijakan horisontal).

Hidup tidak pernah membatasi, tapi kita lah yang selalu membatasi hidup.
Ayat-ayat Allah tidak dibatasi oleh kitab-kitab suci atau pun Hadist,t etapi kita lah yang selalu membatasi ayat-ayat Allah. Tak ada Ilmu mengenal Allah sebaik Ilmu Rasa, maka belajarlah Ilmu Rasa (Tasawuf)!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar